Takbiran ada dua:
1. Takbiran hari raya yang tidak terikat waktu adalah takbiran yang dilakukan kapan saja, dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan.
Takbir mutlak menjelang Idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah
sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13
Dzulhijjah, kaum muslim disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana
saja, kapan saja, dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di
kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula,
takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar,
lapangan, masjid, dst.
Dalilnya:
Pertama, Allah berfirman,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“…supaya mereka berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (QS. Al-Hajj: 28).
Kedua, Allah juga berfirman,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (QS. Al Baqarah: 203).
Keterangan:
Ibn Abbas mengatakan,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ
“Yang dimaksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 10
Dzulhijjah, sedangkan maksud ”beberapa hari yang berbilang” adalah hari
tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Al Bukhari secara Mua’alaq, bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).
Ketiga, hadis dari Abdullah bin Umar , bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من أيام أعظم عند الله ولا أحب إليه من العمل فيهن من هذه الأيام العشر فاكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد
“Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih
dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10
Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan
tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya disahihkan Syekh Ahmad
Syakir).
Keempat, Imam Al-Bukhari mengatakan,
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ
إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ
النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا .
“Dulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10
Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat
bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari,
bab: Keutamaan beramal di hari tasyriq).
2. Takbiran yang terikat waktu (Takbir Muqayyad).
Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan salat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah salat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah salat Asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut dalil-dalilnya:
Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan salat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah salat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah salat Asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut dalil-dalilnya:
Pertama, dari Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الغداة يوم عرفة إلى صلاة الظهر من آخر أيام التشريق
Bahwa Umar dahulu bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9
Dzulhijjah sampai setelah zuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Ibnu
Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Sanadnya disahihkan Al-Albani).
Kedua, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق، ويكبر بعد العصر
Bahwa dahulu Ali bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9
Dzulhijjah sampai asar tanggal 13 Dzulhijjah. Ali juga bertakbir setelah
asar. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Al Albani mengatakan,
“Shahih dari Ali ”).
Ketiga, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,
أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى آخر أيام التشريق، لا يكبر في المغرب
bahwa Ibnu Abbas bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9
Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Ia tidak bertakbir setelah
maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR. Ibnu Abi Syaibah dan
Al-Baihaqi. Al-Albani mengatakan, “Sanadnya sahih”).
Keempat, Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
يكبر من صلاة الصبح يوم عرفة إلى صلاة العصر من آخر أيام التشريق
Bahwa Ibnu Mas’ud bertakbir setelah salat subuh pada tanggal 9
Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Al-Hakim dan
disahihkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’).
oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar