Laman

Kamis, 22 Agustus 2013

HP Berdering Saat Shalat

Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi

Dalil-Dalil Tentang Bolehnya Gerakan Saat Sholat Apabila Ada Hajat

Ada beberapa dalil yang sangat jelas menunjukkan bolehnya gerakan seperti mematikan dering HP di tengah sholat ini. Kami cukupkan di sini beberapa saja:

Dalil Pertama:

عَنْ أَبِيْ سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ، إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ : مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَائِكُمْ نِعَالِكُمْ قَالُوْا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَام أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا.

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata, “Suatu ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sholat mengimami para sahabat, tiba-tiba beliau melepas sandalnya dan meletakkannya di sebelah kirinya. Tatkala para sahabat melihat hal itu, maka mereka pun langsung melepas sandal-sandal mereka. Setelah selesai sholat, maka Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Kenapa kalian melepas sandal-sandal kalian?’ Mereka mengatakan, ‘Karena kami melihat engkau melepas sandal, maka kami juga melepas sandal kami.’ Selanjutnya Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam tadi datang kepadaku seraya mengabarkan kepadaku bahwa pada sandalku ada najisnya.’” (HR. Abu Dawud: 650, Ahmad: 3/20, Ibnu Khuzaimah: 1017, Ibnu Hibban 5/560)

Dalam hadits ini secara jelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan gerakan di tengah sholat yaitu melepas sandal.

Dalil Kedua:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هو شَيْطَانٌ

“Apabila salah seorang di antara kalian sholat menghadap sutroh (pembatas) dari manusia, lalu ada seorang yang ingin untuk lewat di depannya maka hendaknya dia menahannya, kalau masih tidak mau maka hendaknya dilawan karena dia adalah setan.” (HR. al-Bukhori: 487 dan Muslim: 259)

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada orang yang sedang sholat untuk menghalangi orang yang hendak lewat di depannya. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu termasuk gerakan dalam sholat.

Dalil Ketiga:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ  قَالَ : نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُونَةَ  وَالنَّبِيُّ  عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي فَقُمْتُ على يَسَارِهِ فَأَخَذَنِيْ فَجَعَلَنِيْ عَنْ يَمِينِهِ

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Saya pernah tidur di rumah bibi Maimunah radhiallahu ‘anha ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal bersamanya malam itu, beliau kemudian berwudhu lalu sholat malam, saya pun berdiri sholat di samping kirinya, lalu Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menarikku dan meletakkanku di samping kanannya….” (HR. al-Bukhori: 666 dan Muslim: 184)[1]

Dalam hadits ini juga Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan gerakan di tengah sholat karena ada tujuannya.
Sebenarnya, masih banyak dalil-dalil lainnya lagi yang menunjukkan bolehnya gerakan di tengah sholat apabila memang ada hajatnya. Namun, menurut kami tiga hadits di atas cukup untuk mewakili lainnya.

Hukum Mematikan HP yang Berdering Saat Sholat

Setelah kita mengetahui pembagian gerakan dalam sholat dan dalilnya, lantas masuk kategori manakah gerakan untuk mematikan HP di tengah sholat?!

Perlu diketahui bahwa hendaknya bagi seorang yang akan sholat untuk mematikan HP-nya terlebih dahulu atau men-silent (mendiamkannya, mematikan nada deringnya) agar tidak mengganggu jama’ah sholat di tengah sholat berjalan.

Apabila memang ada seorang yang tidak melakukan hal itu, kemudian HP-nya berdering di tengah sholat maka kewajibannya adalah untuk mematikannya sekalipun tangannya perlu bergerak ke saku baju padahal dia sedang sholat, sebab gerakan ini termasuk gerakan yang sedikit untuk suatu hajat, bahkan mayoritas ulama berpendapat bahwa menoleh apabila sedikit maka tidak membatalkan sholat[2], lantas bagaimana kiranya dengan mematikan HP tanpa menoleh, tentu lebih boleh hukumnya. Apalagi, jika seorang tidak mematikan HP di tengah sholat niscaya akan mengganggu kekhusyukan dirinya dan jama’ah lainnya yang sedang melakukan sholat.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah pernah menjelaskan bahwa gerakan dalam sholat untuk menggaruk badan dan membenarkan baju adalah agar tidak mengganggu orang yang sholat, kata beliau, “Karena menghilangkan sebab-sebab yang mengganggu orang sholat dapat membantunya untuk terus khusyuk dalam sholat yang sangat dianjurkan dalam agama.”[3]

Kesimpulannya, hendaknya seorang menonaktifkan HP terlebih dahulu ketika akan sholat. Namun, apabila berdering di tengah sholat dan dapat mengganggu kekhusyukan maka boleh—bahkan wajib—baginya untuk mematikannya sekalipun dia tengah sedang melakukan sholat, sebab jika tidak maka akan mengganggu kekhusyukan sholat. Semua itu dengan syarat apabila dia tidak menambah dengan gerakan-gerakan lainnya seperti melihat nama dan nomor penelepon dan sebagainya.[4]
 

Daftar Referensi

  1. Masa‘il Mu’ashiroh Mimma Ta‘ummu Biha al-Balwa Fil Ibadat. Nayif bin Jam’an Juraidan. Daru Kunuz Isybiliya, KSA, cet. pertama, 1430 H.
  2. Ahkamu al-Harokah Fish Sholah. Dr. Sa’aduddin bin Muhammad al-Kibbi. Maktabah Ma’arif, KSA, cet. pertama, 1428 H.
  3. Adabul Hathif. Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid. Darul Ashimah, KSA, cet. kedua, 1418 H

Footenote:
[1]     Faedah: Hadits ini memuat banyak sekali faedah, sebagian penulis menghimpun faedah-fedah yang terkandung di dalamnya, sehingga mampu mencapai seratus faedah. Lihat buku 100 Faedah Muhimmah fi Haditsin Li Habril Ummah karya Muhammad bin Hasan al-Bulqosi.
[2]     At-Tamhid: 21/103 karya Ibnu Abdil Barr, al-Mughni: 1/696 karya Ibnu Qudamah.
[3]     Fathul Bari: 3/94
[4]    Lihat Ahkamul Harokah Fish Sholah hlm. 63 karya Dr. Sa’duddin al-Kibbi dan Masa‘il Mu’ashiroh Mimma Ta‘ummu Biha al-Balwa Fi Fiqhil Ibadat hlm. 324–327 karya Nayif bin Jam’an Juraidan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar