hadits Abu Mas’ud Al-Anshari radliyallaahu ’anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah bersabda :
”يؤم
القوم أقرؤهم لكتاب الله فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة، فإن
كانوا في السنة سواءً فأقدمهم هجرة، فإن كانوا في الهجرة سواءً فأقدمهم
سلماً – وفي رواية - سنّاً ولا يؤمّنَّ الرَّجلُ الرَّجلَ في سلطانه ولا
يقعد في بيته على تكْرِمَتِه إلا بإذنه“. وفي لفظ: ”يؤم القوم أقرؤهم لكتاب
الله وأقدمهم قراءة، فإن كانت قراءتهم سواءً...“
”Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya [1]. Kalau dalam Al-Qur’an kemampuannya sama, dipilih yang paling mengerti tentang Sunnah. Kalau dalam Sunnah juga sama, maka dipilih yang lebih dahulu berhijrah [2]. Kalau dalam berhijrah sama, dipilih yang lebih dahulu masuk Islam”. Dalam riwayat lain : ”.....yang paling tua usianya” [3]. Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasannya, dan janganlah ia duduk di rumah orang lain di tempat duduk khusus/kehormatan untuk tuan rumah tersebut tanpa ijin darinya”.
Dan dalam lafadh yang lain : ”Satu
kaum diimami oleh orang yang paling pandai membaca Al-Qur’an di antara
mereka dan yang paling berpengalaman membacanya. Kalau bacaan mereka
sama.... (sama seperti lafadh sebelumnya).[4]
__________________________________________________
[3] Perkataan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : “Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya”;
menunjukkan secara tegas bahwa orang yang paling bagus bacaan
Al-Qur’annya didahulukan dari orang yang lebih dalam ilmu fiqhnya. Itu
adalah madzhab Al-Imam Ahmad, Abu Hanifah, dan sebagian shahabat Al-Imam
Syafi’i. Al-Imam Malik sendiri, juga Al-Imam Syafi’i dan para shahabat
beliau mengatakan : ”Orang yang lebih dalam ilmu fiqhnya didahulukan
dari orang yang lebih bagus bacaan Al-Qur’annya. Karena bacaan yang
dibutuhkan dalam shalat sudah tertentu, sementara yang harus diketahui
tentang hukum shalat lebih luas lagi. Terkadang dalam shalat ada hal-hal
yang hanya diketahui oleh orang yang sempurna ilmu pengetahuannya
tentang fiqh shalat. Hanya saja dalam sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Kalau dalam Al-Qur’an kemmapuannya sama, dipilih yang paling mengerti tentang Sunnah” ;
menjadi dalil untuk mendahulukan orang yang lebih mahir dalam
Al-Qur’annya secara mutlak dari orang yang mengerti Sunnah. Yang benar,
bahwa orang yang lebih mahir dalam Al-Qur’an memang didahulukan bila ia
sudah mengerti hukum-hukum shalatnya. [Lihat Syarah An-Nawawi ’alaa Shahih Muslim 5/178; Al-Mufhim Talkhiisu Kitabi Muslim oleh Al-Qurthubi 2/297; danAl-Mughni oleh Ibnu Qudamah 3/11-12. Lihat juga Fathul-Bari oleh Ibnu Hajar 2/171, Nailul-Authar oleh Asy-Syaukani 2/389, Hasyiyah Ibni Qasim ’alar-Raudlil-Murbi’ 2/296, Asy-Syarhul-Mumti’ oleh Ibnu ’Utsaimin 4/289-291, dan Subulus-Salam oleh Ash-Shan’ani 3/95].
[4] Perkataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : ”Kalau dalam Sunnah juga sama, maka dipilih yang lebih dahulu berhijrah” . Hijrah yang didahulukan dalam pemilihan imam tidaklah dikhususkan pada hijrah yang dilakukan Nabi pada masa beliau. Tetapi yang dimaksud adalah hijrah yang tidak akan pernah terputus hingga hari kiamat sebagaimana ditegaskan dalam banyak hadits (yaitu hijrah) dari negeri kafir ke negeri Islam demi menjalankan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah. Maka orang yang lebih dahulu melakukan hijrah tersebut, didahulukan menjadi imam, karena ia lebih dahulu melakukan ketaatan. Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah 3/15, Syarhun-Nawawi ’alaa Shahih Muslim 5/179, Nailul-Authar oleh Asy-Syaukani 2/390, dan Subulus-Salam oleh Ash-Shan’ani 3/96.
[5] “Yang paling dahulu masuk Islam”. Dalam riwayat lain : ”yang paling tua usianya”. Dalam riwayat lain : ”yang paling tinggi usianya”. Usia di sini berkaitan dengan kemuliaan keislaman yang lebih dahulu. Dalam riwayat lain menyebut : ”usia”
; bukan Islam. Kembalinya kepada usia keislaman. Karena orang yang
lebih tinggi usianya berarti lebih lama ke-Islam-annya dibandingkan
dengan orang yang lebih rendah usianya [Lihat Al-Mufhim oleh Al-Qurthubi 2/298].
[6] Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al-Masaajid wa Mawaa’idlush-Shalaah, bab : Orang yang paling berhak menjadi imam, no. 673.
disarikan dari: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/01/yang-paling-berhak-menjadi-imam-imam.html
disarikan dari: http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/01/yang-paling-berhak-menjadi-imam-imam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar