Laman

Selasa, 17 Desember 2013

Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi

Turut merayakan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir. Dan ini hukumnya terlarang. Di antara alasan statement ini adalah:

Pertama, turut merayakan tahun baru sama dengan meniru kebiasaan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk meniru kebiasaan orang jelek, termasuk orang kafir. Beliau bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadis shahih riwayat Abu Daud)

Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan,

من بنى بأرض المشركين وصنع نيروزهم ومهرجاناتهم وتشبه بهم حتى يموت خسر في يوم القيامة

“Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”

Kedua, mengikuti hari raya mereka termasuk bentuk loyalitas dan menampakkan rasa cinta kepada mereka. Padahal Allah melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai kekasih (baca: memberikan loyalitas) dan menampakkan cinta kasih kepada mereka. Allah berfirman,

يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا عدوي وعدوكم أولياء تلقون إليهم بالمودة وقد كفروا بما جاءكم من الحق …

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (rahasia), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu..” (QS. Al-Mumtahanan: 1)

Ketiga, Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Beliau pernah bersabda di hadapan penduduk madinah,

قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر

Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; idul fitri dan idul adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).

Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.

Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.

Keempat, Allah berfirman menceritakan keadaan ‘ibadur rahman (hamba Allah yang pilihan),

و الذين لا يشهدون الزور

Dan orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan az-Zuur…
 
Sebagian ulama menafsirkan kata ‘az-Zuur’ pada ayat di atas dengan hari raya orang kafir. Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir berarti dia bukan orang baik.

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Sekilas Sejarah Tahun Baru Masehi

Beberapa hari lagi kita akan menyaksikan perayaan besar, perayaan yang dilangsungkan secara massif oleh masyarakat di seluruh dunia. Ya, itulah perayaan tahun baru yang secara rutin disambut dan dimeriahkan dengan berbagai acara dan kemeriahan.

Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak di antara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan. Kegiatan ini merupakan pesta warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings. Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de Janus” inMélanges de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400)

Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan orang kafir, yang notabene masyarakat paganis Romawi.

Acara ini terus dirayakan oleh masyarakt modern dewasa ini, walaupun mereka tidak mengetahui spirit ibadah pagan adalah latar belakang diadakannya acara ini. Mereka menyemarakkan hari ini dengan berbagai macam permainan, menikmati indahnya langit dengan semarak cahaya kembang api, dsb.

 http://www.konsultasisyariah.com/hukum-merayakan-tahun-baru/

Hukum Ucapkan Selamat Natal

Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya "Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah" berkata:

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ولا يدري قبح ما فعل
 
"Adapun memberi selamat terhadap perayaan-perayaan kufur yang khusus maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan (para ulama) seperti seseorang (muslim) memberi selamat kepada mereka (orang-orang kafir) atas perayaan-perayaan mereka. Maka ia berkata "Perayaan yang diberkahi atasmu…" atau "Selamat gembira dengan perayaan ini" atau yang semisalnya. Maka perbuatan seperti ini –kalau tidak pengucapnya selamat dari kekufuran- maka perbuatan ini merupakan keharaman, dan kedudukannya seperti jika ia memberi ucapan selamat kepada orang yang sujud ke salib. Bahkan hal ini lebih parah dosanya di sisi Allah dan lebih di murkai dari pada jika ia mengucapkan selamat kepada orang yang minum khomr (bir) atau membunuh orang lain, atau melakukan zina dan yang semisalnya. Banyak orang yang tidak memiliki ilmu agama yang cukup terjerumus dalam hal ini, dan mereka tidak tahu akan buruknya perbuatan mereka." (Ahkaam Ahli Adz-Dzimmah 1/441, tahqiq : Yusuf bin Ahmad Al-Bakry dan Syaakir bin Taufiiq, cetakan Romaady li An-Nasyr, cetakan pertama 1418 H/1997 M)
 

Seseorang hendaknya mencari keridoan Allah ta'ala, dengan mencintai apa yang dicintai oleh Allah dan murka terhadap apa yang dimurkai oleh Allah. Allah sangat murka dengan pernyataan bahwa Yesus adalah anak Allah.

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (٨٨) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (٨٩) تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (٩٠) 
أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا

"Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda'wakan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak." (QS Maryam : 88-91)

Allah menggambarkan rusaknya keyakinan Allah punya anak dengan menyatakan bahwa pernyataan tersebut hampir-hampir menjadikan benda-benda mati yang megah seperti langit, bumi, dan gunung hancur karena betapa mungkarnya pernyataan tersebut. Lantas kemudian kaum Nasrani bergembira dengan pernyataan tersebut…Lantas sebagian kaum muslimin ikut mengucapkan "Selamat" atas keyakinan yang batil ini, yang merupakan puncak kesyirikan !!!!

Tidak diragukan lagi bagi orang yang berakal/waras bahwasanya jika seseorang berkata kepada orang lain, "Selamat berzina" sambil mengirimkan kartu uacapan selamat, disertai senyuman tatkala mengucapkannya, maka tidak diragukan lagi bahwasanya menunjukan ia ridho dengan "zina" tersebut. Dan itulah yang dipahami oleh sang pelaku zina.

Lantas jika ada orang yang mengucakan "Selamat hari natal" bukankah ini menunjukan ia ridho denga acara kesyirikan dan kekufuran tersebut??. Ucapan selamat seperti ini, tidak diragukan lagi secara dzohir menunjukan keridoan !!!

Dari sinilah kenapa para ulama mengharamkan ucapan "selamat natal". Meskipun –sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnul Qoyyim- bahwasanya kebanyakan orang yang mengucapkannya tidak bermaksud demikian, dan tidak bermaksud rido dengan kekufuran dan kesyirikan.

Senin, 16 Desember 2013

Bahaya Makan Mie Instan Pakai Nasi

Nasi adalah makanan pokok orang Indonesia. Jika tidak ada nasi, penggantinya bukan kentang atau jagung, tetapi mie instan. Nasi dan mie instan selama bertahun-tahun menjadi belahan jiwa mayoritas warga Indonesia. Jika tidak ada lauk, masak saja mie instan, kalau masih kurang kenyang, tambahkan nasi.

Hayo.. siapa yang sering begini?

Dari sisi praktis, memasak mie instan sangat mudah dan murah, tanpa lauk lain, rasa mie instan sudah enak. Jika ditambah nasi, lebih enak lagi. Sayangnya, kebiasaan yang enak ini bisa membahayakan kesehatan Anda. Pada dasarnya, nasi dan mie instan sama-sama mengandung karbohidrat dan kalori yang tinggi.

Dalam satu porsi mie instan, sudah terkandung sekitar 400 kalori, jumlah itu sama dengan satu porsi nasi ukuran sedang dan lauk pauk. Jika satu porsi mie instan ditambah nasi, bisa Anda bayangkan sendiri berapa kalori yang masuk dalam tubuh. Bisa mencapai 600 - 700 kalori sekali makan, padahal rata-rata wanita dewasa hanya butuh 1200 - 1500 kalori per hari.

Bisa sebabkan kegemukan hingga naikkan risiko diabetes

Perpaduan karbohidrat dari nasi dan mie instan dapat menaikkan indeks glikemik, sehingga gula dalam darah melonjak drastis. Inilah yang membuat semakin tingginya risiko masalah diabetes. Hanya makan nasi dan mie instan juga tidak memenuhi kecukupan gizi lain seperti protein, serat, vitamin dan sebagainya. Tingginya kalori dari mie instan dan nasi juga membuat tubuh mudah gemuk.

Jika Anda memang suka makan mie instan, sebaiknya batasi, setidaknya seminggu sekali saja. Ketimbang mencampur dengan nasi, akan lebih baik jika mie instan ditambah potongan sayur, daging, telur dan sebagainya. Ingat, mie instan mengandung garam dan MSG yang sangat tinggi, sehingga jumlah yang terlalu banyak tidak baik untuk kesehatan Anda.
 
 http://forum.detik.com/-t797275.html

Jumat, 13 Desember 2013

Membawa Mushaf Ke Kamar Mandi, Hukumnya?

BOLEHKAH MEMBAWA MUSHAF KE DALAM KAMAR MANDI
 

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bolehkah seseorang membawa mushaf di sakunya ke dalam kamar mandi karena khawatir mushaf itu akan hilang atau kelupaan jika ditaruh di luar?

 

Jawaban
Seseorang yang menaruh mushaf dalam sakunya kemudian masuk ke kamar mandi, tidak berdosa, karena mushaf tersebut tidak dalam keadaan terbuka, tetapi tertutup dalam saku. Dan ini tidak ada bedanya dengan orang yang masuk ke kamar mandi dan dalam hatinya terdapat seluruh isi Al-Qur'an (hafidzh).

Secara makna hal ini tidak ada bedanya. Bedanya hanya terletak pada penghormatan terhadap Al-Qur'an tersebut. Jika seseorang masuk kamar mandi dengan membawa mushaf dalam sakunya, sedangkan ia tetap meghormati Al-Qur’an dengan cara menutupnya (maka hal ini tidaklah mengapa, -pent), adapun jika mushaf itu nampak, berarti ia tidak menghormati Al-Qur'an. Dan seperti inilah yang dilarang.

 

[Disalin dari kitab Majmu’ah Fatawa Al-Madinah Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Penerjemah Taqdir Muhammad Arsyad, Penerbit media Hidayah]
 


MASUK KAMAR KECIL DENGAN MEMBAWA MUSHAF
 

Oleh
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta

 

Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Ada diantara kami yang membawa mushaf di sakunya, terkadang masuk membawanya ke dalam WC, maka apa hukum terhadap hal itu, berilah kami arahan.

 

Jawaban.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasul-Nya beserta keluarga dan para sahabatnya, wa ba’du.

Membawa mushaf di saku adalah boleh, namun seseorang tidak boleh masuk WC dengan membawa mushaf, tetapi dia harus meletakkannya di tempat yang layak sebagai bukti pengagungan dan penghormatan terhadap kitab Allah, namun bila terpaksa masuk WC dengan membawa mushaf karena takut di curi orang bila ditinggal di luar maka, boleh masuk dengan membawanya, karena itu darurat.

Wabilllahit-taufiq, washallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa alihi wa shahbihi ajma’in.

 

[Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta, soal II dari no. 2245]

http://almanhaj.or.id/content/1067/slash/0/bolehkah-membawa-mushaf-ke-dalam-kamar-mandi-tidak-boleh-membaca-al-quran-di-wc/
 
Catatan: Termasuk di dalam cakupan fatwa di atas membawa hp yang ada mp3 al-qur'an atau aplikasi al-Qur'annya

Rabu, 11 Desember 2013

Hukum Tulis Ayat Al-Qur'an Untuk Diminum (Ruqyah)

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini. Ada yang membolehkannya, seperti : Mujaahid, Abu Qilaabah, Al-Hasan, dan Al-Auza’iy [lihat Al-Mushannaf oleh Ibnu Abi Syaibah 7/386, At-Tibyaan oleh An-Nawawiy hal. 127, dan Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghawiy 12/166]. Ada pula yang memakruhkannya, seperti : Ibrahim An-Nakha’iy dan Ibnu Siiriin [lihat Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghawiy 12/166 dan Al-Mushannaf oleh Ibnu Abi Syaibah 7/387].
عن ابن عباس قال : إذا عَسِر على المرأة ولدها، فيكتب هاتين الآيتين والكلمات في صحفة، ثم تُغسل فتسقى منها : بسم الله الذي لا إله إلا هو الحليم الكريم، سبحان الله ربِّ السماوات السبع، وربِّ العرش العظيم، كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا - كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata : “Apabila ada seorang wanita yang kesulitan dalam proses persalinan anaknya, hendaklah ditulis dua ayat dan beberapa kalimat dalam secarik kertas (yang direndam dalam bejana). Kemudian (air bejana itu) dibasuhkan dan diminumkan kepadanya. Kalimat tersebut adalah : “Dengan menyebut nama Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Penyantun lagi Maha Mulia. Maha Suci Allah, Rabb langit yang tujuh dan Rabb ‘Arsy yang agung - Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari (QS. An-Naazi’aat : 46) - Pada hari mereka melihat ‘adzab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik (QS. Al-Ahqaaf : 35)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 7/385 dan Ibnus-Sunniy dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah no. 619. Lihat juga Majmu’ Al-Fataawaa oleh Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah 19/64-65].
Di antara ulama yang membolehkan adalah Syaikhul-Islam rahimahullah dimana beliau berkata :
ويجوز أن يكتب للمصاب وغيره من المريض شيئاً من كتاب الله وذكره بالمداد المباح ويغسل ويسقى، كما نص على ذلك أحمد وغيره.
“Diperbolehkan untuk menuliskan ayat Al-Qur’an dan dzikir-Nya (pada bejana yang berisi air) bagi orang yang sedang sakit atau yang lainnya dengan tinta yang diperbolehkan, kemudian membasuhkannya dan meminumkannya. Sebagaimana hal itu ditegaskan Ahmad dan yang lainnya” [Majmu’ Al-Fataawaa, 19/64].

Senin, 09 Desember 2013

Urutan Yang Berhak Menjadi Imam

hadits Abu Mas’ud Al-Anshari radliyallaahu ’anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah bersabda :

يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة، فإن كانوا في السنة سواءً فأقدمهم هجرة، فإن كانوا في الهجرة سواءً فأقدمهم سلماً – وفي رواية - سنّاً ولا يؤمّنَّ الرَّجلُ الرَّجلَ في سلطانه ولا يقعد في بيته على تكْرِمَتِه إلا بإذنه“. وفي لفظ: ”يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله وأقدمهم قراءة، فإن كانت قراءتهم سواءً...“

”Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya [1]. Kalau dalam Al-Qur’an kemampuannya sama, dipilih yang paling mengerti tentang Sunnah. Kalau dalam Sunnah juga sama, maka dipilih yang lebih dahulu berhijrah [2]. Kalau dalam berhijrah sama, dipilih yang lebih dahulu masuk Islam”. Dalam riwayat lain : ”.....yang paling tua usianya” [3]. Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasannya, dan janganlah ia duduk di rumah orang lain di tempat duduk khusus/kehormatan untuk tuan rumah tersebut tanpa ijin darinya”.
Dan dalam lafadh yang lain : ”Satu kaum diimami oleh orang yang paling pandai membaca Al-Qur’an di antara mereka dan yang paling berpengalaman membacanya. Kalau bacaan mereka sama.... (sama seperti lafadh sebelumnya).[4]
__________________________________________________
[3]  Perkataan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : “Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya”; menunjukkan secara tegas bahwa orang yang paling bagus bacaan Al-Qur’annya didahulukan dari orang yang lebih dalam ilmu fiqhnya. Itu adalah madzhab Al-Imam Ahmad, Abu Hanifah, dan sebagian shahabat Al-Imam Syafi’i. Al-Imam Malik sendiri, juga Al-Imam Syafi’i dan para shahabat beliau mengatakan : ”Orang yang lebih dalam ilmu fiqhnya didahulukan dari orang yang lebih bagus bacaan Al-Qur’annya. Karena bacaan yang dibutuhkan dalam shalat sudah tertentu, sementara yang harus diketahui tentang hukum shalat lebih luas lagi. Terkadang dalam shalat ada hal-hal yang hanya diketahui oleh orang yang sempurna ilmu pengetahuannya tentang fiqh shalat. Hanya saja dalam sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Kalau dalam Al-Qur’an kemmapuannya sama, dipilih yang paling mengerti tentang Sunnah” ; menjadi dalil untuk mendahulukan orang yang lebih mahir dalam Al-Qur’annya secara mutlak dari orang yang mengerti Sunnah. Yang benar, bahwa orang yang lebih mahir dalam Al-Qur’an memang didahulukan bila ia sudah mengerti hukum-hukum shalatnya. [Lihat Syarah An-Nawawi ’alaa Shahih Muslim 5/178; Al-Mufhim Talkhiisu Kitabi Muslim oleh Al-Qurthubi 2/297; danAl-Mughni oleh Ibnu Qudamah 3/11-12. Lihat juga Fathul-Bari oleh Ibnu Hajar 2/171, Nailul-Authar oleh Asy-Syaukani 2/389, Hasyiyah Ibni Qasim ’alar-Raudlil-Murbi’ 2/296, Asy-Syarhul-Mumti’ oleh Ibnu ’Utsaimin 4/289-291, dan Subulus-Salam oleh Ash-Shan’ani 3/95].

[4]  Perkataan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : ”Kalau dalam Sunnah juga sama, maka dipilih yang lebih dahulu berhijrah” . Hijrah yang didahulukan dalam pemilihan imam tidaklah dikhususkan pada hijrah yang dilakukan Nabi pada masa beliau. Tetapi yang dimaksud adalah hijrah yang tidak akan pernah terputus hingga hari kiamat sebagaimana ditegaskan dalam banyak hadits (yaitu hijrah) dari negeri kafir ke negeri Islam demi menjalankan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah. Maka orang yang lebih dahulu melakukan hijrah tersebut, didahulukan menjadi imam, karena ia lebih dahulu melakukan ketaatan. Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah 3/15, Syarhun-Nawawi ’alaa Shahih Muslim 5/179, Nailul-Authar oleh Asy-Syaukani 2/390, dan Subulus-Salam oleh Ash-Shan’ani 3/96.
[5]  “Yang paling dahulu masuk Islam”. Dalam riwayat lain : ”yang paling tua usianya”. Dalam riwayat lain : ”yang paling tinggi usianya”. Usia di sini berkaitan dengan kemuliaan keislaman yang lebih dahulu. Dalam riwayat lain menyebut : ”usia” ; bukan Islam. Kembalinya kepada usia keislaman. Karena orang yang lebih tinggi usianya berarti lebih lama ke-Islam-annya dibandingkan dengan orang yang lebih rendah usianya [Lihat Al-Mufhim oleh Al-Qurthubi 2/298].
[6]  Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al-Masaajid wa Mawaa’idlush-Shalaah, bab : Orang yang paling berhak menjadi imam, no. 673.

disarikan dari:  http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/01/yang-paling-berhak-menjadi-imam-imam.html

Sabtu, 07 Desember 2013

Bolehkah Mukul Murid?

Teks asli :
السؤال : ما حكم ضرب الطالبات اللاتي يحتجن إلى توجيه سواء في أدب أو علم ؟
الجواب : يحسن الرفق ولين الجانب من المدرس والمعلم للصغار والكبار ولكن إذا استدعى الحال تعزيرًا أو ضربًا غير مبرح جاز ذلك، فإن من عادة السفهاء سوء المعاملة وعدم الاحترام فتدعو الحاجة إلى شدة وقوة تؤثر أكثر من اللطف واللين.
فتاوى إسلامية، ابن جبرين (٤/٣٣٤).
 
Soal :
“Apa hukum memukul murid-murid yang memerlukan bimbingan dalam hal adab ataupun ilmu ?”

Jawab :
“Seorang pengajar atau pendidik hendaknya berbuat kasih sayang dan berlaku lemah-lembut kepada anak kecil dan besar. Namun jika kondisi menuntut untuk memberikan hukuman atau pukulan yang tidak melukai, maka hal ini tidaklah mengapa. Telah menjadi satu fenomena/kebiasaan bagi anak-anak yang bodoh berlaku buruk dalam tindak-tanduknya dan meniadakan rasa hormat (pada orang lain). Maka, kondisi ini menuntut kebutuhan untuk bertindak keras dan tegas yang mana hal itu dirasa lebih berpengaruh (pada si anak) daripada jika kita berlaku lembut dan halus”.

[Fataawaa Islaamiyyah oleh Ibnu Jibriin, 4/334 – dinukil oleh Abu Al-Jauzaa’ untuk seorang teman].


Selasa, 03 Desember 2013

Jangan Tergesa

Allah Subhaanahu wata'ala berfirman:

خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ
Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. [al-Anbiyâ’/21:37]

firman Allâh Azza wa Jalla :

وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا

Dan manusia bersifat tergesa-gesa. [al-Isrâ’/17:11]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

التَّأَنِّي مِنَ اللهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Tidak tergesa-gesa/ketenangan datangnya dari Allâh, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan. (HR. Abu Ya’lâ di Musnadnya IV/206, al-Baihaqi di as-Sunanul Kubrâ X/104 dan yang lainnya.

5 Hal yang boleh Tergesa-gesa

Dalam Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashbahani disebutkan perkataan berikut ini dari Hatim Al Ashom,

كان يقال العجلة من الشيطان إلا في خمس إطعام الطعام إذا حضر الضيف وتجهيز الميت إذا مات وتزويج البكر إذا أدركت وقضاء الدين إذا وجب والتوبة من الذنب إذا أذنب

“Ketergesa-gesaan biasa dikatakan dari setan kecuali dalam lima perkara:
1- menyajikan makanan ketika ada tamu
2- mengurus mayit ketika ia mati
3- menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya
4- melunasi utang ketika sudah jatuh tempo
5- segera bertaubat jika berbuat dosa.” (Hilyatul Auliya’, 8: 78)

Minggu, 01 Desember 2013

Peci Hitam, Why Not?

Termasuk hal yang mengherankan, ada sebagian saudara kita yang melarang – atau bahkan mencela – pemakaian peci hitam sebagaimana lazim dipakai penduduk negeri kita. Padahal telah menjadi pengetahuan jamak bahwa peci hitam merupakan salah atribut pakaian kaum muslimin negeri kita. Tidak ada pula dalil yang melarangnya. Peci hitam tidak ubahnya seperti peci putih, hijau, biru, atau warna-warna yang lainnya.

Apakah peci hitam itu dilarang karena warna hitamnya ?. Jika inii alasannya, maka salah satu sifat ‘imamah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah berwarna hitam sebagaimana riwayat :

حدثنا عَلِيُّ بْنُ حَكِيمٍ الْأَوْدِيُّ، أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ، عَنْ عَمَّارٍ الدُّهْنِيِّ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ، وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ "

Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Hakiim Al-Audiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Syariik, dari ‘Ammaar Ad-Duhniy, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir bin ‘Abdillah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memasuki pada hari penaklukan Makkah dengan memakai ‘imaamah (surban) berwarna hitam [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1358].

Bahkan para ulama kita terdahulu telah ada yang memakai peci berwarna hitam. ‘Abdurrahmaan bin Muhammad bin Al-Mughiirah rahimahullah berkata :

رأيت أبا حنيفة شيخاً يفتي الناس بمسجد الكوفة عليه قلنسوة سوداء طويلة

“Aku pernah melihat Abu Haniifah seorang syaikh yang memberikan fatwa kepada manusia di Masjid Kuufah, dimana (waktu itu) ia memakai peci hitam panjang” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 6/399].

حدثنا أَبُو مُسْهِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ، قَالَ: " رَأَيْتُ عَلَى الْأَوْزَاعِيِّ قَلَنْسُوَةً سَوْدَاءَ فِي أَيَّامِ ابْنِ سُرَاقَةَ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Khaalid, ia berkata : “Aku pernah melihat Al-Auza’iy memakai peci hitam pada peristiwa Ibnu Suraaqah” [Diriwayatkan oleh Abu Zur’ah dalam Taariikh-nya no. 368 & 2319; shahih].

أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ، قَالَ: " كُنْتُ إِذَا رَأَيْتُ دَاوُدَ الطَّائِيَّ لا يُشْبِهُ الْقُرَّاءَ، عَلَيْهِ قَلَنْسُوَةٌ سَوْدَاءُ طَوِيلَةٌ مِمَّا يَلْبَسُ التُّجَّارُ

Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Fadhl bin Dukain, ia berkata : “Dulu jika aku melihat Daawud Ath-Thaa’iy, ia tidak menyerupai qurraa’, karena ia memakai peci hitam panjang yang dipakai para pedagang” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 6/536; shahih].

Hadits, penjelasan ulama, dan contoh-contoh di atas semoga dapat menjadi kejelasan bagi kita tentang diperbolehkannya memakai peci hitam. Bagi yang lebih senang memakai peci putih haji, ya silakan. Bebas memilihnya.

Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.

disarikan dari:  http://abul-jauzaa.blogspot.com/2012/02/siapa-bilang-peci-hitam-dilarang.html