Laman

Senin, 30 September 2013

Doa Menyembelih Qurban

Terdapat hadits dalam Shahih Muslim dari 'Aisyah,

أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ, يَطَأُ فِي سَوَادٍ, وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ, وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ; لِيُضَحِّيَ بِهِ, فَقَالَ: "اِشْحَذِي اَلْمُدْيَةَ" , ثُمَّ أَخَذَهَا, فَأَضْجَعَهُ, ثُمَّ ذَبَحَهُ, وَقَالَ: "بِسْمِ اَللَّهِ, اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ, وَمِنْ أُمّةِ مُحَمَّدٍ" -

Nabi pernah memerintahkan agar diambilkan gibas (domba jantan) bertanduk, kuku dan perutnya hitam dan sekeliling matanya hitam. Lalu gibas tersebut dibawa ke hadapan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk dijadikan kurban. Beliau pun bersabda, "Asahlah dengan batu pengasah." Kemudian 'Aisyah mengasahnya dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaringkan hewan tersebut lalu menyembelihnya. Saat menyembelih, beliau mengucapkan, "Bismillah, Allahumma taqobbal min Muhammad wa aali Muhammad, wa min ummati Muhammad (Artinya: dengan menyebut nama Allah, Ya Allah terimalah kurban ini dari Muhammad, keluarga Muhammad dan umat Muhammad)." (HR. Muslim no. 1967).

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1- Disunnahkan membaca do'a agar diterimanya kurban dengan bacaan "Allahumma taqobbal minni" (Ya Allah, terimalah kurban dariku). Ini diucapkan setelah sebelumnya mengucapkan "bismillah" sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits yang telah lewat. Do'a ini dibaca jika menyembelih atas nama diri sendiri. Sedangkan jika menjadi wakil orang lain, maka yang diucapkan adalah "Allahumma taqobbal min ...." (disebutkan nama shohibul kurban atau pemilik kurban). Jumhur (mayoritas) ulama menyatakan bisa pula menggunakan bacaan yang disebut dalam ayat,

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

"Ya Rabb kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al Baqarah: 127).

Sabtu, 21 September 2013

Hukum Berqurban

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Menyembelih qurban adalah sesuatu yang disyari’atkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus kaum muslimin).[1] Namun apakah menyembelih tersebut wajib ataukah sunnah? Di sini para ulama memiliki beda pendapat.

Pendapat pertama: Diwajibkan bagi orang yang mampu

Yang berpendapat seperti ini adalah Abu Yusuf dalam salah satu pendapatnya, Rabi’ah, Al Laits bin Sa’ad, Al Awza’i, Ats Tsauri, dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya.
Di antara dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Dirikanlah shalat dan berkurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Hadits ini menggunakan kata perintah dan asal perintah adalah wajib. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diwajibkan hal ini, maka begitu pula dengan umatnya.[2]

Yang menunjukkan wajibnya pula adalah hadits Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah no. 3123. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pendapat kedua: Sunnah dan Tidak Wajib

Mayoritas ulama berpendapat bahwa menyembelih qurban adalah sunnah mu’akkad. Pendapat ini dianut oleh ulama Syafi’iyyah, ulama Hambali, pendapat yang paling kuat dari Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Abu Yusuf (murid Abu Hanifah). Pendapat ini juga adalah pendapat Abu Bakr, ‘Umar bin Khottob, Bilal, Abu Mas’ud Al Badriy,  Suwaid bin Ghafalah, Sa’id bin Al Musayyab, ‘Atho’, ‘Alqomah, Al Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir.

Di antara dalil mayoritas ulama adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya.”[3] Yang dimaksud di sini adalah dilarang memotong rambut dan kuku shohibul qurban itu sendiri.

Hadits ini mengatakan, “dan salah seorang dari kalian ingin”, hal ini dikaitkan dengan kemauan. Seandainya menyembelih qurban itu wajib, maka cukuplah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya”, tanpa disertai adanya kemauan.

Begitu pula alasan tidak wajibnya karena Abu Bakar dan ‘Umar tidak menyembelih selama setahun atau dua tahun karena khawatir jika dianggap wajib[4]. Mereka melakukan semacam ini karena mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak mewajibkannya. Ditambah lagi tidak ada satu pun sahabat yang menyelisihi pendapat mereka. [5]

Dari dua pendapat di  atas, kami lebih cenderung pada pendapat kedua (pendapat mayoritas ulama) yang menyatakan menyembelih qurban sunnah dan tidak wajib. Di antara alasannya adalah karena pendapat ini didukung oleh perbuatan Abu Bakr dan Umar yang pernah tidak berqurban. Seandainya tidak ada dalil dari hadits Nabi yang menguatkan salah satu pendapat di atas, maka cukup perbuatan mereka berdua sebagai hujjah yang kuat bahwa qurban tidaklah wajib namun sunnah (dianjurkan).

فَإِنْ يُطِيعُوا أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوا

Jika kalian mengikuti Abu Bakr dan Umar, pasti kalian akan mendapatkan petunjuk.[6]

Namun sudah sepantasnya seorang yang telah berkemampuan untuk menunaikan ibadah qurban ini agar ia terbebas dari tanggung jawab dan perselisihan yang ada. Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “Janganlah meninggalkan ibadah qurban jika seseorang mampu untuk menunaikannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan, “Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu dan ambil perkara yang tidak meragukanmu.” Selayaknya bagi mereka yang mampu agar tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu a'lam.”[7]


footenote:

[1] Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 5/75.
[2] Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 5/77.
[3] HR. Muslim no. 1977, dari Ummu Salamah.
[4] Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 1139 menyatakan bahwa riwayat ini shahih.
[5] Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 5/76-77.
[6] HR. Muslim no. 681.
[7] Adhwa-ul Bayan fii Iidhohil Qur’an bil Qur’an, hal. 1120, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah Beirut, cetakan kedua, tahun 2006.

Kamis, 19 September 2013

Dakwah Yang Sering, Khawatirkan Bosan Audien

عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُذَكِّرُ النَّاسَ فِي كُلِّ خَمِيسٍ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ لَوَدِدْتُ أَنَّكَ ذَكَّرْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ قَالَ أَمَا إِنَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْ ذَلِكَ أَنِّي أَكْرَهُ أَنْ أُمِلَّكُمْ وَإِنِّي أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِهَا مَخَافَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا

dari Abi Wa’il dia berkata: Adalah Ibnu Mas’ud memberikan pelajaran seminggu sekali setiap hari kamis. Lalu ada seseorang yang mengusulkan, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (kunyah Ibnu Mas’ud)! Kami sebenarnya ingin jika engkau memberikan pelajaran kepada kami setiap hari.” Dia menjawab, “Sesungguhnya yang menghalangiku untuk melakukannya adalah karena aku tidak suka bila melihat kalian bosan. Aku membatasi diri dalam memberikan petuah kepada kalian sebagaimana Rasulullah memberikan batasan dalam memberikan nasehat kepada kami karena khawatir bila hal itu membuat kami bosan."

(HR. Bukhari Juz 1/ Hal 74/ No. 70)

Tips Menghafal Al-Qur'an Untuk Anak-Anak

QuranDari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ الإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
  
“Sesungguhnya orang yang menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan unta yang diikat. Jika diikat, unta itu tidak akan lari. Dan apabila dibiarkan tanpa diikat, maka dia akan pergi.” (HR. Bukhari no. 5031 dan Muslim no. 789).

Dalam riwayat Muslim yang lain terdapat tambahan,

وَإِذَا قَامَ صَاحِبُ الْقُرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ وَإِذَا لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ 

”Apabila orang yang menghafal Al Qur’an membacanya di waktu malam dan siang hari, dia akan mengingatnya. Namun jika dia tidak melakukan demikian, maka dia akan lupa.” (HR. Muslim no. 789)

Anak balita mempunyai pikiran yang jernih dan pemahaman yang masih fitrah, maka ajarkanlah mereka aqidah dan manhaj yang benar. Didik mereka dengan membiasakan mereka menghafal, terutama menghafal al qur'an. Berikut adalah sebuah tips yang disampaikan oleh Syeikh kita Abu Hudzaifah semoga Allah menjaganya mengajarkan kepada anak-anak didiknya secara tidak langsung, dan cara ini terbukti karena beginilah ulama-ulama salaf mendidik anak-anak mereka.

Ketika Syeikh mengajarkan anaknya dalam menghafal al-qur'an atau yang lain, setelah ana perhatikan ternyata masyaallah, cara yang sungguh menakjubkan dan murah tanpa biaya, akan tetapi hal ini membutuhkan peran dari ortua.


Tips Pertama: Cara Menghafal

Perumpamaan anak dalam menghafal itu bagaikan menulis di sebuah batu yang ketika sudah tertulis / terukir di sebuah batu maka sulitlah hilang dan lenyap, oleh karena itu suruh dan didk mereka dengan menghafal. Caranya sebagi ibu/bapak/kaka/tante/paman/saudara-saudara lainnya bacakan kepada anak dalam satu hari 1 ayat al qur'an dan suruh anak-anak untuk menglangnya. Teruskan sampai 20x kali baca dan anak menirukan, sebagai contoh: seorang ibu/bapak membaca surat An-nas ayat pertama "qul a'udu birabbinas" dan anak menirukan apa yang bapak dan ibu bacakan. Diusakan 20x atau 50x, semakin banyak pengulangan semakin lama pula hafalan merekat di otak. Dan setelah itu suruh anak membaca tanpa mendengarkan drai ibu / bapak dan suruh anak mengulang 5 kali. Dan begitu setiap hari sampai ketika kita orang tua mengetahui bahwa anak kita mampu menghafal lebih dari 1 ayat. Maka di tambah dengan 2 ayat, 3 ayat sampai 1/2 halaman 1 halamman dan seterusnya. Tapi bagusnya sedikit demi sedikit jangan terburu -buru. Waktu yang paling bagus dalam menghafal adalah di pagi hari.

Tips Kedua: Cara Murajaah / Mengulang Hafalan

Cara mura ja'ah setelah anak sudah hafal satu atau beberapa ayat yang di hafalkan adalah dengan  menyuruh anak-anak menyetorkan pada bapa/ibu atau tante /paman dan ini dilakukan setiap habis menghafal dan setiap sore, terus sampai seterusnya. Dan yang istiqamah setiap hari dan berikan hari  libur padanya 1 hari misal hari jum'at.

Tips Ketiga: Cara Murajaah Hafalan yang Banyak

Ketika anak hafal satu surat, maka dia harus murajaah/mengulang hafalan  yang baru di hafal dan satu surat yang telah di hafal. Bagaimana kalo 5 surat jangan paksa anak-anak untuk murajaah yang banyak kalo belum terbiasa. Usahakan murajaah hafalan yang baru dan 3 surat atau 2 surat sehari. Bagaimana kalo hafalan anak sudah 1 juz? disuahakan suruh anak murajaah hafalan yang baru dan 1/4 juz 1 hari. Bagaimana kalo hafalan anak 3 juz? Biasakan anak murajaah setiap hari 1 juz dan hafalan yang baru.

Seperti inilah Syeikh kita Abu Hudzaifah al-liby mengajarkan kepada anak-anaknya. Dan begitu juga para pengajar kita di markaz bani dobyan Yaman. Insyaallah sekiranya ini dilakukan rutin setiap hari anak-anak akan menyelesaikan hafalan al qur'an 30 juz.

Yang Istiqamah sedikit demi sedikit "bukankah gunung terdiri dari butiran batu yang kecil" sedikit-sedikit akan menjadi bukit..

http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/murajaa/517-tips-agar-anak-hafal-al-quran-sebelum-baligh.html

Muslim Kaya, Why Not?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ

“Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat.” 

(HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69, shahih kata Syaikh Al Albani)

Sombong Dibalas Sombong, iakah?

Sahihkah hadis dengan matan terjemahan, “Sombong terhadap orang sombong adalah sedekah.” Bila sahih, bagaimana syarahnya menurut ulama? Maaf, saya cuma mendengar pas khotbah Jumat, dan merasa aneh.
 Ing Ratri (aku**@***.com)
Jawaban:

Bismillah.
Teks kalimatnya adalah,

التكبر على المتكبر صدقة

Bersikap sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah.”

Dalam keterangan yang lain,

التكبر على المتكبر حسنة

Bersikap sombong kepada orang yang sombong adalah perbuatan baik.”

Penyataan di atas bukanlah hadis, melainkan hanya perkataan manusia yang banyak tersebar di masyarakat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Ajluni dalam kitabnya, Kasyful Khafa, dengan menukil keterangan dari Al-Qari. Kemudian, Al-Qari mengatakan, “Hanya saja, maknanya sesuai dengan keterangan beberapa ulama.”

Penulis kitab Bariqah Mahmudiyah mengatakan, “Bersikap sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah, karena jika kita bersikap tawadhu di hadapan orang sombong maka itu akan menyebabkan dirinya terus-menerus berada dalam kesesatan. Namun, jika kita bersikap sombong maka dia akan sadar. Ini sesuai dengan nasihat Imam Syafi’i, ‘Bersikaplah sombong kepada orang sombong sebanyak dua kali.’ Imam Az-Zuhri mengatakan, ‘Bersikap sombong kepada pecinta dunia merupakan bagian ikatan Islam yang kokoh.’ Imam Yahya bin Mu’adz mengatakan, ‘Bersikap sombong kepada orang yang bersikap sombong kepadamu, dengan hartanya, adalah termasuk bentuk ketawadhuan.’”

Sementara, ulama yang lain mengatakan, “Terkadang bersikap sombong kepada orang yang sombong, bukan untuk membanggakan diri, termasuk perbuatan terpuji. Seperti, bersikap sombong kepada orang yang kaya atau orang bodoh (yang sombong).”

Allahu a’lam.
 
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
 

Jumat, 06 September 2013

Bahasa Arab Berbicara "Cinta"

Keluasan bahasa ‘arab menjelaskan satu kata “CINTA”

Ibnu Qayyim Al Jauziy rahimahullah dalam kitabnya Dzamm Al Hawa menjelaskan peringkat dan makna cinta serta kosakata yang menggambarkannya:


Pandangan mata atau berita yang didengar bisa melahirkan rasa senang disebut ‘Aliqa 

Apabila melebihinya sehingga terbetik untuk mendekat maka dinamai Mail 

Dan bila keinginan itu mencapai tingkat kehendak untuk menguasainya maka dinamai Mawaddah 

bila seseorang bersedia berkorban atau membahayakan dirinya demi kekaksihnya dinamakan Al ‘Isyq 

Sedangkan jika cinta telah memenuhi hati seseorang sehingga tidak ada lagi tempat bagi yang lain maka dinamakan at tatayum 

Jika ia tidak lagi dapat menguasai dirinya atau tidak mampu lagi berpikir membedakan sesuatu akibat cinta maka keadaan ini dinamai Walih

Ada sekitar 50 arti kata "CINTA" dalam kamus bahasa ‘arab:

1. Al-Mahabbah (Kasih sayang)
2. Al-Alaqah (Cinta, Hubungan, Segumpal darah)
3. Al-Hawa (Hasrat, Nafsu, Keinginan)
4. Ash-Shabwah (Kerinduan)
5. Ash-Shababah (Kerinduan yang halus)
6. Ash-Syaghaf (Cinta yang mendalam)
7. Al-Miqatu (Cinta)
8. Al-Wajdu (Cinta yang disertai rasa sedih)
9. Al-Kalaf (Cinta yang mendalam)
10. At-Tatayyum (Penghambaan)
11. Al-‘Isyqu (Cinta yang meluap-luap)
12. Al-Jawa (Cinta yang membara)
13. Ad-Danafu (Sakit karena cinta)
14. Asy-Syajwu (Cinta yang berakhir dengan kegelisahan atau kesedihan)
15. Asy-Syauqu (Rindu)
16. Al-Khilabah (Cinta yang mengecoh)
17. Al-Balabil (Yang gelisah)
18. At-Tabarih (Cinta yang memuncak)
19. As-Sadam (Cinta yang berakhir dengan sesal dan rasa sedih)
20. Al-Ghamarat (Bodoh, lalai dan mabuk)
21. Al-Wahl (Takut, gemetar)
22. Asy-Syajanu (Membutuhkan)
23. Al-La’iju (Hangus, terbakar)
24. Al-Ikti’ab (Merana karena sedih)
25. Al-Washabu (Derita Cinta)
26. Al-Hazanu (Kesedihan)
27. Al-Kamadu (Kesedihan yang terpendam dalam hati)
28. Al-Ladz’u (Terbakar api)
29. Al-Huraqu (Gejala cinta)
30. As-Suhdu (Sulit tidur)
31. Al-Araqu (Tidak dapat tidur)
32. Al-Lahfu (Sedih)
33. Al-Hanin (Kerinduan, Belas kasih)
34. Al-Istikanah (Tunduk, Menyerah)
35. At-Tabbalah (Derita cinta)
36. Al-Lau’ah (Terbakar kerinduan)
37. Al-Futun (Cobaan, Ujian)
38. Al-Junun (Gila, Tidak waras)
39. Al-Lamamu (Setengah gila)
40. Al-Khablu (Binasa)
41. Ar-Rasis (Teguh, Tegar)
42. Ad-Da’ul Mukhamir (Penyakit yang merasuk)
43. Al-Wuddu (Kasih yang tulus)
44. Al-Khullah (Satu cinta)
45. Al-Khilmu (Sahabat)
46. Al-Gharam (Cinta yang dibutuhkan)
47. Al-Huyam (Sangat dahaga)
48. At-Tadliyah (Gila, Linglung)
49. Al-Walahu (Tidak waras dan bingung)
50. At-Ta’abbud (Penghambaan)


disadur dari: http://kaahil.wordpress.com/2012/07/01/bagus-lengkap-kumpulan-bait-syair-arab-artinya-syair-arab-tentang-cinta-syair-imam-syafei-syair-ibnul-qoyyim-syair-tentang-wanita-puisi-bahasa-arab-syair-ahlussunna/

Tutupi Aib Saudaramu

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ  

“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba lainnya di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim no. 2590)
 
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ  

“Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara, dia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada saudaranya. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yanga membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim no. 2850)
 
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menaiki mimbar lalu menyeru dengan suara yang lantang:

يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تُعَيِّرُوهُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ  

“Wahai sekalian orang yang hanya berislam dengan lisannya namun keimanan belum tertancap di dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, jangan pula kalian memperolok mereka, dan jangan pula kalian menelusuri.mencari-cari aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib saudaranya niscaya Allah akan mencari-cari aibnya, dan barang siapa yang aibnya dicari-cari oleh Allah niscaya Allah akan mempermalukan dia meskipun dia berada di dalam rumahnya sendiri.” (HR. Abu Daud no. 4236 dan At-Tirmizi no. 2032)

Penjelasan ringkas:
 
Allah Subhanahu wa Ta’ala senang untuk menutupi kesalahan hamba-hambaNya, dan Dia menganjurkan agar para hamba-Nya juga melakukannya di antara sesama mereka. Untuk itu Allah Ta’ala telah menyediakan bagi mereka pahala yang sesuai dengan amalan baik mereka, yaitu Allah Ta’ala akan menyembunyikan aib dan mengampuni dosa mereka pada hari kiamat karena mereka telah menyembunyikan aib saudaranya di dunia. Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu berkata, “Tentang ditutupnya aib si hamba pada hari kiamat, maka ada dua kemungkinan makna:
 
Pertama: Allah akan menutupi kemaksiatan dan aibnya dengan cara tidak mengumumkannya kepada manusia di padang mahsyar.
 
Kedua: Allah Ta’ala tidak akan menghisab aibnya dan tidak akan menyebut aibnya tersebut.” (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim: 16/360)
 
Makna pertama di atas di dukung oleh hadits Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ
 
“Sesungguhnya (pada hari kiamat) Allah akan mendekatkan seorang mukmin, lalu Allah meletakkan tabir dan menutupinya. Lalu Allah berfirman, “Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah engkau tahu dosa itu?” Dia menjawab, “Ia, betul saya tahu wahai Rabbku.” Hingga ketika Allah telah membuat dia mengakui semua dosanya dan dia mengira dirinya sudah akan binasa,, Allah berfirman kepadanya, “Aku telah menutupi dosa-dosa ini di dunia, maka pada hari ini Aku mengampuni dosa-dosamu itu.” Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya.” (HR. Al-Bukhari no. 2261)

Sebaliknya, Allah Ta’ala telah melarang dan mengharamkan untuk memata-matai dan mencari-cari aib seorang muslim, walaupun itu dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Dan Allah telah mempersiapkan hukuman yang menghinakan bagi pelakunya di dunia dan di akhirat. Adapun di dunia maka Allah pasti akan menghinakan dirinya walaupun dia tengah bersembunyi di dalam rumahnya. Adapun di akhirat, maka siksaan akhirat lebih besar dan lebih hina, yaitu Allah akan membukan secara terang-terangan semua dosa dan aibnya ketika di dunia, agar seluruh makhluk di padang mahsyar bisa melihatnya, wal ‘iyadzu billah.
 
Ini dosa jika dia sekedar mencari-cari aib sesama muslim, walaupun dia tidak menceritakannya kepada orang lain. Akan tetapi jika setelah dia mencari-cari tahu aib saudaranya lalu dia menceritakannya kepada orang lain, maka dia telah terjatuh ke dalam dosa besar kedua yang tidak kalah kecil dosanya dibandingkan dosa yang pertama, yaitu dosa ghibah. Karena sungguh, barangsiapa yang melakukan hal itu maka dia adalah termasuk orang-orang yang menghendaki kejelekan tersebar di tengah-tengah kaum muslimin. Dan jika demikian keadaannya, maka atasnya firman Allah Ta’ala:

إِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ  

“Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi tersebarnya kekejian di tengah-tengah orang-orang yang beriman, mereka akan memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (QS. An-Nur: 19)

Disadur dari:  http://al-atsariyyah.com/menutupi-aib-sesama-muslim.html

Setan Ngomong Dan Setan Bisu

Abu 'Ali ad-Daqqâq rahimahullah (wafat 412 H) berkata:
 
الْمُتَكَلِّمُ بِالْبَاطِلِ شَيْطَانٌ نَاطِقٌ وَالسَّاكِتُ عَنِ الْحَقِّ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ

 

"Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu"

(Disebutkan oleh Ibnul-Qayyim dalam ad-Dâ` wad-Dawâ`, Tahqîq: Syaikh 'Ali bin Hasan al-Halabi, Penerbit Dar Ibnil-Jauzi, hlm. 155)

Kamis, 05 September 2013

Ketika Maut Disembelih

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya:

حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ أَسَدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ حَدَّثَهُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَارَ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلَى الْجَنَّةِ وَأَهْلُ النَّارِ إِلَى النَّارِ جِيءَ بِالْمَوْتِ حَتَّى يُجْعَلَ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ ثُمَّ يُذْبَحُ ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ لَا مَوْتَ وَيَا أَهْلَ النَّارِ لَا مَوْتَ فَيَزْدَادُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَرَحًا إِلَى فَرَحِهِمْ وَيَزْدَادُ أَهْلُ النَّارِ حُزْنًا إِلَى حُزْنِهِمْ

Mu’adz bin Asad menuturkan kepada kami. Dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami. Dia berkata: Umar bin Muhammad bin Zaid mengabarkan kepada kami dari ayahnya, ayahnya menuturkan kepadanya dari Ibnu Umar -radhiyallahu’anhuma-, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila para penduduk surga telah masuk ke dalam surga dan para penduduk neraka telah menetap di dalam neraka maka didatangkanlah kematian sampai ia diletakkan di antara surga dan neraka. Kemudian kematian itu disembelih, lalu terdengar ada suara yang berseru, ‘Wahai penduduk surga, tidak ada lagi kematian. Wahai penduduk neraka, tidak ada lagi kematian.’ Maka penduduk surga semakin bertambah gembira dan penduduk neraka pun semakin bertambah sedih.”  

(HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq bab shifat al-Jannah wa an-Naar, diriwayatkan pula oleh Muslim dalam Kitab al-Jannah wa Shifatu na’imiha wa ahliha)

Hadits yang agung ini memberikan pelajaran:
  1. Wajibnya mengimani adanya surga dan neraka
  2. Surga adalah negeri penuh kebahagiaan yang abadi sedangkan neraka merupakan negeri penuh siksaan yang kekal
  3. Allah Maha Kuasa sehingga mampu mewujudkan kematian dalam bentuk seekor domba (sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain) kemudian kematian itu disembelih di tengah-tengah antara surga dan neraka
  4. Wajibnya mengimani perkara gaib
  5. Kematian juga akan mengalami kematian
  6. Kehidupan dunia ini hanyalah sementara dan sebentar apabila dibandingkan dengan kehidupan akhirat. Oleh sebab itu tidak selayaknya seorang insan mengorbankan sesuatu yang abadi dan kekal hanya demi mendapatkan sesuatu yang sementara dan sebentar
  7. Kewajiban menundukkan akal kepada dalil syari’at, dan akal yang sehat adalah yang selalu membenarkan al-Kitab maupun as-Sunnah
  8. Sekarang ini surga dan neraka belum ada penduduknya
  9. Iman akan adanya hari kebangkitan dan kehidupan setelah kematian
  10. Keadilan Allah ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang durhaka dan karunia-Nya kepada hamba-hamba yang taat kepada-Nya
  11. Dorongan agar manusia segera bertaubat dan beriman kepada Allah serta membekali dirinya dengan amal-amal salih demi terbebas dari neraka dan guna mendapatkan anugerah masuk ke dalam surga
  12. Ancaman kepada orang-orang kafir, musyrik, dan munafik berupa siksaan tak berkesudahan yang pasti mereka dapatkan jika mereka tidak bertaubat dari kekafirannya
  13. Dunia ini adalah tempat beramal sedangkan akhirat adalah tempat menuai balasannya. Apabila baik amalnya maka balasannya pun baik. Demikian pula sebaliknya.
  14. Dan pelajaran lain yang belum kami ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Bagaimana Mendidik Anak Yang Nakal?

Oleh: Ustadz Abdullah Taslim ,MA

Beberapa contoh cara mendidik anak yang nakal

Syariat Islam yang agung mengajarkan kepada umatnya beberapa cara pendidikan bagi anak yang bisa ditempuh untuk meluruskan penyimpangan akhlaknya. Di antara cara-cara tersebut adalah:

Pertama, teguran dan nasihat yang baik

Ini termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. Metode ini sering dipraktikkan langsung oleh pendidik terbesar bagi umat ini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, misalnya ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang anak kecil yang ketika sedang makan menjulurkan tangannya ke berbagai sisi nampan makanan, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (sebelum makan), dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah (makanan) yang ada di hadapanmu.[1]

Serta dalam hadits yang terkenal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada anak paman beliau, Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Wahai anak kecil, sesungguhnya aku ingin mengajarkan beberapa kalimat (nasihat) kepadamu: jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/ syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu.”[2]

Kedua, menggantung tongkat atau alat pemukul lainnya di dinding rumah

Ini bertujuan untuk mendidik anak-anak agar mereka takut melakukan hal-hal yang tercela.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka.”[3]

Bukanlah maksud hadits ini agar orangtua sering memukul anggota keluarganya, tapi maksudnya adalah sekadar membuat anggota keluarga takut terhadap ancaman tersebut, sehingga mereka meninggalkan perbuatan buruk dan tercela.[4]

Imam Ibnul Anbari berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaksudkan dengan perintah untuk menggantungkan cambuk (alat pemukul) untuk memukul, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan hal itu kepada seorang pun. Akan tetapi, yang beliau maksud adalah agar hal itu menjadi pendidikan bagi mereka.”[5]

Masih banyak cara pendidikan bagi anak yang dicontohkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu[6] menyebutkan beberapa di antaranya, seperti: menampakkan muka masam untuk menunjukkan ketidaksukaan, mencela atau menegur dengan suara keras, berpaling atau tidak menegur dalam jangka waktu tertentu, memberi hukuman ringan yang tidak melanggar syariat, dan lain-lain.

Bolehkah memukul anak yang nakal untuk mendidiknya?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan) shalat (lima waktu) sewaktu mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat (lima waktu) jika mereka (telah) berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.[7]

Hadits ini menunjukkan bolehnya memukul anak untuk mendidik mereka jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat, jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya bisa menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya –dan ini biasanya di usia sepuluh tahun. Dengan syarat, pukulan tersebut tidak terlalu keras dan tidak pada wajah.[8]

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika ditanya, “Bolehkah menghukum anak yang melakukan kesalahan dengan memukulnya atau meletakkan sesuatu yang pahit atau pedis di mulutnya, seperti cabai/ lombok?”, beliau menjawab, “Adapun mendidik (menghukum) anak dengan memukulnya, maka ini diperbolehkan (dalam agama Islam) jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya untuk mengambil pelajaran dari pukulan tersebut, dan ini biasanya di usia sepuluh tahun.

Adapun memberikan sesuatu yang pedis (di mulutnya) maka ini tidak boleh, karena ini bisa jadi mempengaruhinya (mencelakakannya)…. Berbeda dengan pukulan yang dilakukan pada badan maka ini tidak mengapa (dilakukan) jika anak tersebut bisa mengambil pelajaran darinya, dan (tentu saja) pukulan tersebut tidak terlalu keras.

Untuk anak yang berusia kurang dari sepuluh tahun, hendaknya dilihat (kondisinya), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya membolehkan untuk memukul anak (berusia) sepuluh tahun karena meninggalkan shalat. Maka, yang berumur kurang dari sepuluh tahun hendaknya dilihat (kondisinya). Terkadang, seorang anak kecil yang belum mencapai usia sepuluh tahun memiliki pemahaman (yang baik), kecerdasan dan tubuh yang besar (kuat) sehingga bisa menerima pukulan, celaan, dan pelajaran darinya (maka anak seperti ini boleh dipukul), dan terkadang ada anak kecil yang tidak seperti itu (maka anak seperti ini tidak boleh dipukul).”[9]

Cara-cara menghukum anak yang tidak dibenarkan dalam Islam[10]

Di antara cara tersebut adalah:

1. Memukul wajah
Ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau, yang artinya, “Jika salah seorang dari kalian memukul, maka hendaknya dia menjauhi (memukul) wajah.”[11]

2. Memukul yang terlalu keras sehingga berbekas
Ini juga dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih.[12]

3. Memukul dalam keadaan sangat marah
Ini juga dilarang karena dikhawatirkan lepas kontrol sehingga memukul secara berlebihan.

Dari Abu Mas’ud al-Badri, dia berkata, “(Suatu hari) aku memukul budakku (yang masih kecil) dengan cemeti, maka aku mendengar suara (teguran) dari belakangku, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Akan tetapi, aku tidak mengenali suara tersebut karena kemarahan (yang sangat). Ketika pemilik suara itu mendekat dariku, maka ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau yang berkata, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Maka aku pun melempar cemeti dari tanganku, kemudian beliau bersabda, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu daripada kamu terhadap budak ini,’ maka aku pun berkata, ‘Aku tidak akan memukul budak selamanya setelah (hari) ini.‘”[13]

4. Bersikap terlalu keras dan kasar
Sikap ini jelas bertentangan dengan sifat lemah lembut yang merupakan sebab datangnya kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang terhalang dari (sifat) lemah lembut, maka (sungguh) dia akan terhalang dari (mendapat) kebaikan.”[14]

5. Menampakkan kemarahan yang sangat
Ini juga dilarang karena bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bukanlah orang yang kuat itu (diukur) dengan (kekuatan) bergulat (berkelahi),  tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.[15]

Penutup
Demikianlah bimbingan yang mulia dalam syariat Islam tentang cara mengatasi penyimpangan akhlak pada anak, dan tentu saja taufik untuk mencapai keberhasilan dalam amalan mulia ini ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, banyak berdoa dan memohon kepada-Nya merupakan faktor penentu yang paling utama dalam hal ini.
Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita taufik-Nya untuk memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya dalam mendidik dan membina keluarga kita, untuk kebaikan hidup kita semua di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 9 Dzulhijjah 1431 H,
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim, M.A

[1] Hadits shahih riwayat Al-Bukhari no. 5061, dan Muslim no. 2022.
[2] Hadits riwayat At-Tirmidzi no. 2516, Ahmad: 1/293), dan lain-lain; dinyatakan shahih oleh Imam At-Tirmidzi dan Syekh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ish Shagir, no. 7957.
[3] Hadits riwayat Abdur Razzaq dalam Al-Mushannaf: 9/477 dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir no. 10671; dinyatakan hasan oleh Al-Haitsami dan Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 1447.
[4] Lihat kitab Nida`un ilal Murabbiyyina wal Murabbiyyat, hlm. 97.
[5] Dinukil oleh Imam Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir: 4/325.
[6] Dalam kitab beliau Nida`un ilal Murabbiyyina wal Murabbiyyat, hlm. 95–97.
[7] Hadits riwayat Abu Daud, no. 495; dinyatakan shahih oleh Syekh Al-Albani.
[8] Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi: 2/370.
[9] Kitab Majmu’atul As`ilah Tahummul Usratal Muslimah, hlm. 149–150.
[10] Lihat kitab Nida`un ilal Murabbiyyina wal Murabbiyyat, hlm. 89–91.
[11] Hadits riwayat Abu Daud, no. 4493; dinyatakan shahih oleh Syekh Al-Albani.
[12] Hadits shahih riwayat Muslim, no. 1218.
[13] Hadits shahih riwayat Muslim, no. 1659.
[14] Hadits shahih riwayat Muslim, no. 2529.
[15] Hadits shahih riwayat Al-Bukhari no. 5763, dan Muslim no. 2609.

Syair Wajah Surga

يا خاطب الحور الحسان وطالبا                لوصالهـن بـجنة الحيوان

Wahai peminang bidadari yang cantik jelita dan mencarinya, agar dapat bersanding dengan mereka di syurga negeri kehidupan

أسرع وحث السير جهدك انما                 مسراك هذا ساعة لزمان

Bergegaslah dan cepatlah berjalan dengan kesungguhanmu, lantaran waktu perjalananmu itu hanya sesaat dari zaman

هي جنة طابت وطاب نعيمها                   فنعيمها باق وليس بفان

Ialah syurga yang indah dan lezat kenikmatannya, dikarenakan kenikmatannya akan tetap ada dan tidak kehabisan

وبناؤها اللبنات من ذهب                 وأخرى فضة نوعان مختلفان

Bangunannya adalah batu bata yang terbuat dari emas, serta yang lain dari perak, dua jenis yang berbeda

سكانها أهل القيام مع الصيام                 وطيب الكلمات والاحسان

Penghuninya merupakan orang-orang ahli qiyam dan shiyam, serta yang baik tutur kata lagi gemar berbuat kebajikan

للعبد فيها خيمة من لؤلؤ قد                  جوفت هي صنعة الرحمن

Didalamnya seorang hamba memiliki kemah yang terbuat dari mutiara yang telah dilubangi, itu adalah ciptaan Ar-Rahman

أنهارها في غير أخدود جرت            سبحان ممسكها عن الفيضان

Sungai-sungai mengalir, didalamnya tidak  hanya satu parit, Maha Suci Dzat yang menahannya dari banjir

من تحتهم تجري كما شاءوا            مفجــرة وما للنهر من نقصان

Dibawah merekalah ia mengalir sesuka hati mereka, yang terpancar deras serta tidaklah sungai itu memiliki kekurangan

ولقد أتى ذكر اللقاء لربنا                 الــرحمن في سور من القرآن

Dan sungguh telah datang penyebutan tentang pertemuan dengan Rabb kita, Yang Maha Pengasih dalam surat-surat al-qur’an

أو ما سمعت منادي الايمان            يخــبر عن منادي جنة الحيوان

Tidakkah engkau mendengar penyeru kepada keimanan, yang menceritakan akan ada penyeru di syurga negeri kehidupan?

يا أهلها لكم لدى الرحمن                وعــد وهو منجزه لكم بضمان
Wahai penghuni syurga, kalian mempunyai di sisi Ar-Rahman, sebuah janji, kini Dia kan menunaikannya kepada kalian sebagai jaminan

قالوا أما بيّضت أوجهنا                    كذا أعمالنا ثقلت في الميزان

Mereka menjawab;”Bukankah Engkau telah menjadikan wajah-wajah kami putih berseri, juga amalan-amalan baik telah Engkau beratkan dalam timbangan”

وكذاك قد أدخلتنا الجنات                  حيــن أجرتنا حقاً من النيران

“Begitu pula Engkau telah memasukkan kami kedalam syurga-syurga, kala Engkau benar-benar menyelamatkan kami dari api neraka”

فيقول عندي موعد قد آن              أن أعطيكموه برحمتي وحناني

Maka Dia berfirman:”Aku memiliki suatu janji, telah tiba waktunya Aku memberikannya kepada kalian dengan rahmat dan kasih sayang-Ku”

فيرونه من بعد كشف حجاب               ه جهرا روى ذا مسلم ببيان

Lantas, merekapun melihat-Nya dengan mata kepala, setelah Dia menyingkap hijabNya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Muslim dengan jelas

وإذ رآه المؤمنون نسوا الذي                  هم فيه مما نالت العينان

Dan apabila orang-orang mu’min memandang-Nya , lupalah apa yang mereka ada didalamnya dari segala apa yang pernah diraih oleh kedua mata

والله ما في هذه الدنيا ألذ                      من اشتياق العبد للرحمن

Demi Allah, tidaklah ada didalam dunia ini suatu yang lebih lezat, daripada kerinduan seorang hamba kepada Sang Ar-Rahman

وكذاك رؤية وجهه سبحانه                    هي أكمل اللذات للانسان

Begitu juga memandang wajah-Nya, Maha Suci Dia, itu merupakan kelezatan yang paling sempurna bagi seseorang

لله سوق قد أقامته الملائكة                         الكرام بكل ما احسان

Allah memiliki bazar yang didirikan oleh para malaikat yang mulia dengan segala bentuk kebaikan

فيها الذي والله لا عين رأت                    كلا ولا سمعت من اذنان

Didalamnya, demi Allah mata tidak pernah melihatnya sama sekali, dan tidak pula didengar oleh kedua telinga

كلا ولم يخطر على قلب                امرئ فيكون عنه معبرا بلسان

Tidak sekali-kali, dan tidak pernah terlintas oleh hati seseorang, sehingga dia bisa mengungkapkannya dengan lisan

واها لذا السوق الذي من                   حله نال التهاني كلها بأمان

Dan itulah, orang yang memiliki bazar lalu menempatinya akan mendapatkan ucapan-ucapan selamat  dengan aman sentosa

يدعى بسوق تعارف ما فيه              من صخب ولا غش ولا أيمان
  
Dia dipanggil di bazar  untuk saling mengenal, tidaklah didalamnya ada keributan, tidak pula kecurangan serta umbaran sumpah

هذا وخاتمة النعيم خلودهم                   ابدا بدار الخلد والرضوان

Inilah, dan akhir kenikmatan adalah keabadian mereka selama-lamanya didalam negeri keabadian dan keridhoan

يا رب ثبتنا على الايمان                   واجــعلنا هداة التائه الحيران

Wahai Rabb ku, teguhkanlah kami diatas keimanan dan jadikanlah kami pemberi petunjuk bagi orang yang sesat lagi kebingungan

وأعزنا بالحق وانصرنا به               نصرا عزيزا أنت ذو السلطان

Dan muliakanlah kami dengan kebenaran serta tolonglah kami atasnya dengan pertolongan yang mulia, Engkau lah pemilik kekuasaan

وعلى رسولك أفضل الصلوات       والتــسليم منك وأكمل الرضوان

Dan atas rosul-Mu seutama-utama sholawat dan salam dari-Mu serta keridhoan yang paling sempurna

وعلى صحابته جميعا والألى                 تبعوهم من بعد بالاحسان

Juga atas para sahabatnya keseluruhan serta orang-orang yang mengikuti mereka setelahnya dengan kebaikan