Laman

Jumat, 16 Mei 2014

Biografi Syaikh Abdurrahman bin Abdil Karim at-Tamimi

Biografi Ringkas
Fadhilatul Syaikh Abdurrahman bin Abdil Karim at-Tamimi
Oleh : Abu Salma al-Atsari
Beliau adalah al-Ustadz Abdurrahman bin Abdul Karim at-Tamimi, Mudir (Direktur) Mahad Ali al-Irsyad as-Salafi Surabaya. Beliau lahir di kota Bangil – Pasuruan – Jawa Timur 27 Desember 1947.
Di usia belia, ayahanda beliau mengirim beliau ke negeri Hadhramaut dengan harapan agar dapat menguasai Bahasa Arab. Semenjak duduk di bangku sekolah beliau gemar membaca buku, terutama buku-buku tentang sejarah Nabi. Buku tentang sejarah Nabi senantiasa beliau bawa dan baca di lingkungan sekolah. Maka jika beliau membawa sebuah buku dilingkungan sekolah, teman-teman beliau dengan mudah menebaknya itu adalah buku tentang sejarah Nabi. Hingga saat ini beliau mengajarkan buku tentang sejarah para salafus shalih dilingkungan murid-murid beliau.
Beliau sangat menggemari buku-buku tentang sastra Arab dan buku-buku berbahasa Arab yang mempunyai gaya bahasa sastra Arab yang indah karya para pujangga/sastrawan Arab kenamaan.
Beliau juga gemar menekuni buku-buku karya para ulama salaf terdahulu semisal Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim. Beliau juga senang dengan buku-buku karya al-Imam al-Albani -semoga Allah meliputinya dengan rahmat-Nya- dan murid-muridnya yang setia, semisal Syaikh Ali Hasan al-Halabi, Syaikh Salim al-Hilali, Syaikh Masyhur bin Hasan Salman, Syaikh Musa Nashr dan lainnya. Demikian pula beliau senang dengan buku-buku karya syaikh al-Allaamah Ibnu Utsaimin dan Imam Ibnu Baz -semoga Allah meliputi mereka dengan rahmat-Nya- serta ulama ahlus sunnah lainnya.
Awal kehidupan beliau, terutama ketika beliau mengambil pendidikan di Universitas Kairo bidang ekonomi Islam, beliau cukup aktif di dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin dan mengenal banyak sekali tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin. Beliau seringkali berinteraksi dengan mereka hingga akhirnya Alloh melapangkan kebenaran atas beliau sehingga teranglah penyimpangan-penyimpangan pergerakan ini.
Akhirnya beliau pun melepaskan diri dari pergerakan ini dan mulai berpegang dengan aqidah dan manhaj salaf. Beliau pun mulai melancarkan bantahan-bantahan ilmiah terhadap pergerakan Ikhwanul Muslimin. Beliau orang yang benar-benar mengenal dan mengetahui segala seluk beluk pergerakan IM ini dan intrik-intrik yang ada di dalamnya. Masalah ini bisa para pembaca dapatkan pada kaset ceramah beliau yang berbicara tentang Ikhwanul Muslimin. Al-Akh Andi Abu Thalib sendiri di dalam bukunya yang membantah “Al-Ikhwanul Muslimun Anugerah Yang Terzhalim” karya Farid Nu’man, banyak mengambil faidah dari rekaman kaset al-Ustadz dan al-Akh Andi juga mengatakan di pembukaan bukunya bahwa ia juga berkonsultasi dengan al-Ustadz di dalam beberapa

Minggu, 11 Mei 2014

Shalat Taubat

Tanya:
Kapankah pelaksanaan shalat taubat? Berapa jumlah rakaat? Dan doa apa saja yang harus dibaca?
Jawab:
Riwayat shalat taubat adalah dari ‘Ali bin Abi Thâlib radhiyallahu ‘anhu, dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ رَجُلٍ يَذْنَبُ ذَنْبًا، ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّيْ (فِيْ رِوَايَةٍ: ثُمَّ يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ) ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلَّا غَفَرَ اللهُ لَهُ، ثُمَ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ {وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ}

Tidak seorangpun melakukan suatu dosa lalu ia bangkit untuk berthaharah lalu sholat (Dalam satu riwayat: kemudian dia sholat dua raka’at) kemudian dia beristighfar (memohon ampun) kepada Allah kecuali Allah akan mengampuninya. 

Lalu beliau membaca ayat ini, ‘Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.’.” [HR Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`i] Syaikh Al-Albâny menshahihkannya dalam Shahîh At-Targhîb Wat Tarhîb 1/427/680.
Ada beberapa fiqih yang bisa dipetik dari hadits di atas,
1. Terdapat syari’at pelaksanaan shalat taubat.
2. Bentuk pelaksanaannya: berwudhu dengan baik, lalu shalat dua raka’at kemudian Istigfar (memohon pengampunan) kepada Allah.
3. Karena tidak ada tuntunan khusus tentang bagaimana shalat dua raka’at itu, maka asalnya sama dengan shalat sunnah lainnya.
4. Tidak ada riwayat yang shahih yang menunjukkan bacaan surah khusus setelah Al-Fatihah pada dua raka’at tersebut maka asalnya boleh membaca apa saja dari surah yang mudah baginya.
5. Al-Mubarakfury berkata dalam Tuhfatul Ahwadzy 2/368 (Cet. Darul Kutub), “Yang diinginkan dengan Istighfar  adalah bertaubat disertai penyesalan, meninggalkan (dosa tersebut), ber-‘Azm (berniat dengan sungguh-sungguh) untuk tidak mengulanginya selama-lamanya dan mengembalikan hak-hak (orang lain) kalau memang hal tersebut terjadi.”
Wallâhu A’lam.

Sumber : dzulqarnain.net